Film Everest, Penaklukkan Puncak Tertinggi Berujung Tragedi
Bagi seorang pendaki gunung pemula seperti saya, film yang berkisah tentang pendakian gunung seperti filmEverest
ini wajib ditonton. Film ini bukanlah film pertama yang berkisah
tentang pendakian. Jauh sebelumnya telah hadir juga film bertemakan hal
yang sama seperti Vertical limitdan Cliffhanger.Tapi
buat kalian yang bukan pendaki gunung, film ini juga patut ditonton
karena memiliki cerita yang bagus dan menarik dimana menceritakan
perjuangan sekelompok manusia yang hidup dan berjuang menggapai atap
dunia, serta bertahan hidup dari ganasnya pegunungan Himalaya.
So, Siapa yang tak akan takjub bisa melihat dari dekat bahkan menginjak puncak gunung tertinggi di bumi, Everest,
di pegunungan Himalaya. Gunung Everest telah lama menjadi obsesi dari
para pendaki gunung di seluruh dunia, baik yang profesional maupun
amatir. Bukan hanya karena statusnya yang teratas—berada di 8.848 meter
di atas permukaan laut, tetapi juga karena beratnya tantangan yang
harus dihadapi untuk mencapainya. Terkadang, tantangan itu harus dibayar
dengan nyawa.
Pada tahun 1996, terjadi sebuah tragedi yang disebut sebagai bencana
terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah pendakian Everest. Pada
tanggal 10 Mei 1996, beberapa kelompok pendaki diterjang badai dahsyat,
hingga akhirnya menelan total 12 korban jiwa. Peristiwa ini kemudian mendorong Universal Pictures untuk mengangkatnya dalam sebuah film drama bertajuk Everest, di bawah arahan sutradara asal Islandia, Baltasar Komákur (2 Guns, Contraband).
Film Everest menyoroti seorang pendaki profesional asal
Selandia Baru, Rob Hall (Jason Clarke), yang menjadi pemandu utama
sebuah ekspedisi ke puncak Everest pada tahun 1996 di bawah bendera Adventure Consultans.
Tidak semua peserta adalah pendaki profesional, tetapi semuanya punya
tekad yang sama untuk mencapai puncak dengan segala risikonya. Setelah
berlatih membiasakan diri dengan iklim pegunungan tinggi selama satu
bulan lebih, akhirnya tim ekspedisi ini siap menaklukkan puncak Everest
pada tanggal 10 Mei.
Hari itu rupanya dianggap sangat baik untuk mendaki, sehingga ada begitu
banyak rombongan yang hendak mencapai puncak di saat yang sama. Rob
akhirnya bekerja sama dengan pemimpin tim ekspedisi kecil asal AS, Scott
Fischer (Jake Gyllenhaal), untuk memperlancar perjalanan. Namun, kekuatan alam yang tiba-tiba datang rupanya melebihi dugaan dan kekuatan mereka.
Berangkat dari peristiwa nyata, kisah film Everest digulirkan
dengan karakter dan cerita yang terjadi pada tahun 1996 tersebut, dalam
hal ini fokusnya pada rombongan Adventure Consultans. Penulis skenario William Nicholson dan Simon Beaufoy kemudian menyusun cerita berdasarkan buku Into Thin Airkarya Jon Krakauer, Left for Dead karya Beck Weathers,
serta transkrip dari percakapan radio yang terjadi pada saat itu.
Ditambah lagi, pihak produksi juga mengontak keluarga para korban, serta
berkonsultasi dengan tim film dokumenter dari IMAX yang juga ada di
lokasi saat kejadian itu.
Pihak pembuat film menyadari bahwa ada
banyak versi dari peristiwa ini, yang mungkin akan bias satu dengan yang
lain. Namun, akhirnya sutradara Komákur memutuskan untuk menyajikan
film ini sebagai penghormatan kepada semua korban, dengan menuturkan
cerita yang berimbang dan tidak menyalahkan ataupun membenarkan
keputusan para pendaki saat itu.
"Saya ingin membuatnya seotentik mungkin. Untuk membawa penonton ke
sebuah ekspedisi ke Everest dan memperlihatkan gunung tersebut dengan
cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan...di saat yang sama
menciptakan keintiman antarkarekter yang jarang dilakukan di film-film
studio besar," ungkap Komákur.
"Everest adalah perumpamaan terhadap ambisi dalam bentuk apa
pun, dan setiap orang yang punya ambisi perlu menyeimbangkannya dengan
kehidupan keluarganya. Ada gunung ini, dan ada rumah, dan jarak antara
keduanya sangat nyata, yang menarik ke dua arah berlawanan," tambahnya.
Syuting film Everest sendiri dimulai pada Januari 2014 di
Kathmandu, Nepal, yang merupakan gerbang pertama setiap pendaki yang
hendak ke Everest. Tim produksi dan pemain kemudian berlanjut ke base camp
utama pendakian Everest yang berada di 5.380 meter di atas permukaan
laut. Sementara, sebagian besar adegan pendakiannya dilakukan di Val Senales
di pegunungan Tyrol yang terletak di Italia bagian Utara, juga di
studio Cinecittá di Roma dan studio Pinewood di London, Inggris.
Di luar pesona gunung Everest yang telah mendunia, film ini juga
mengundang aktor dan aktris terkenal untuk bermain di dalamnya. Selain
Jason Clarke (yang baru saja membintangi Terminator: Genisys), film ini juga didukung oleh Josh Brolin, Sam Worthington, Jake Gyllenhaal, Keira Knightley, John Hawkes, Martin Henderson, Emily Watson, Elizabeth Debicki, hingga Robin Wright.
Lokasi Batu Kuda Gunung
Manglayang Bandung yang telah dibuka sejak tahun 1987 ini berada sekitar 20 km
dari kota Bandung, tepatnya di desa Cibiru Wetan, Kecamatan Ujung Berung.
Tempat wisata ini memiliki luas area sekitar 20 hektar dan berada di dataran
tinggi dengan udara yang sangat segar dan sejuk. Tempat wisata ini dipenuhi
pohon-pohon pinus dan cemara sehingga menambah keindahan panorama alam yang
hijau. Wah pokona mah enakeun weh gais...
Vespadventure : Nepi oge ka gunung.
Keindahan kota di ketinggian
Susana di pintu masuk Batu Kuda
Kenapa disebut Batu Kuda??
Tentu penamaan tersebut memiliki latar belakang. Dahulu kala
menurut cerita nenek moyang, seekor kuda yang bisa terbang berasal dari gunung
Kidul dikenal dengan nama kuda Semprani sedang melintasi gunung Manglayang dari
Cirebon menuju Banten. Saat sedang melakukan perjalanan tersebut sang kuda
terperosok disebuah area yang tidak jauh dari titik sanghiyang (kaki gunung).
Kuda tersebut terjebak hingga beberapa waktu lamanya sehingga tempat ia
terperosok berubah menjadi kubangan. Kini kuda yang dimaksud adalah dalam wujud
batu. Dari bentuk batu yang tampak, kuda tersebut mencoba membebaskan diri
kubangan namun apa daya kuda tersebut tetap tidak mampu. Hingga akhirnya
penunggang kuda menyerah dan duduk di sebuah kursi yang letaknya tidak jauh
dari kubangan kuda tersebut. Nah tempat sang penunggang duduk disebut dengan
Batu Kursi. Sedangkan kubangan sang kuda Semprani saat ini dikenal dengan nama
Batu Kuda.
Menurut penduduk
setempat, gunung Manglayang pada zaman dahulu merupakan tempat bertapanya Eyang
Layang Kusumah (istrinya). Mereka selalu beristirahat dan bertapa serta
memandikan kuda yang dapat terbang dan sakti, penduduk menyebutnya Kuda
Semprani-digedogan (tempat pemandian kuda).Manglayang menyimpan banyak hal
historis tentang batu-batuan besar diantaranya yang menurut penduduk setempat
didiami para karuhun (leluhur).
Manglayang menyimpan
banyak hal historis tentang batu-batuan besar diantaranya yang menurut penduduk
setempat didiami para karuhun (leluhur). Dibatu-batuan inilah, berbagai sesaji
disimpan untuk persembahan: Sebagai rasa hormat kepada karuhun mereka.
Batu-batuan itu diantaranya bernama batu kuda yang mempunyai bentuk seekor kuda
yang sedang duduk.
Meskipun tempat ini adalah wisata alam, namun sebagian besar
fasilitas penunjang sudah cukup lengkap. Di tempat wisata Situs Batu Kuda sudah
ada pendukung umum tempat wisata seperti warung – warung pedagang makanan,
lapangan parkir, toilet, mushola dan lain-lain. Jadi jangan takut untuk
kelaparan atau kebingungan jika memerlukan sesuatu di Situs Batu Kuda.